Mencintai Rumah Jawa sebagai Aset Masa Depan
Kecintaan seseorang terhadap suatu hal, bila diwujudkan akan menghasilkan sesuatu yang amat bernilai bahkan syarat makna. Kecintaan Mulyono pada rumah Jawa contohnya, bermula dari keprihatinan beliau kepada rumah tradisional Jawa yang mulai diperjual belikan dan bahkan dibeli oleh orang asing. Membuat beliau tergerak hatinya untuk menjaga dan mendirikannya sebagai hunian pribadinya. “Saya dulu tinggal di Wonosari, saya merasa sangat prihatin ketika menyaksikan banyak rumah Jawa di perjual belikan, bahkan diekspor keluar negeri, upaya saya menjaganya dengan membeli satu dulu yaitu rumah Limasan”, ujarnya semangat.
Suami dari Ekmarti Indarwati ini, juga menuturkan keinginanya menyelamatkan warisan nenek moyang, agar anak cucunya tidak hanya mendengar cerita bahwa dulu pernah ada rumah Jawa, tetapi benar-benar merasakan tinggal di rumah Limasan. Rumah Limasan asli peninggalan nenek moyang ini memang sudah sangat jarang ditemui. Rumah Limasan memiliki keunikan karena bentukannya yang tanpa sekat, menjadikan aktivitas penghuninya tidak dapat terbatasi. Dengan ruang besar yang dijadikan satu untuk keseluruhan aktivitas penghuninya membuat interaksi selalu terjaga.
“Saya merasa, dengan satu ruangan utama ini, kami sekeluarga dapat dengan nyaman bertemu, apalagi dijaman ini, penggunaan gadget yang tidak terkontrol sering membuat orang terkadang sibuk dengan media sosialnya. Ruangan ini membuat saya semakin mudah mengontrol terutama anak-anak saya, agar perjumpaan kami dengan masing masing pribadi sungguh terbuka dan intim, sehingga sungguh menghadirkan kehangatan sebuah keluarga”, Ujar Mulyono sambil tersenyum.
Bapak empat anak ini menambahkan rumah Limasan ini patut dilestarikan sebagai cikal bakal dari bentukan rumah yang unik dan sederhana. Unik karena material rumah ini terbuat dari material kayu jati, rumah Limasan memiliki sistim struktur knockdown yang sangat sederhana. Sambungan-sambungan kayu diperkuat dengan sistim sundhuk, sehingga kelenturan daya elastisitas material kayu dapat memberikan gerakan-gerakan tertentu, yang dapat meredam getaran atau goncangan akibat dari pergeseran tanah atau gempa bumi. Pembelajaran sistim sederhana ini harus dilestarikan sebagai nilai sejarah dan nilai estetika struktur. Sistim dari konstruksi bangunan limasan dapat dibongkar pasang, tanpa merusak keadaan rumah tersebut. Rumah limasan milik Mulyono dibangun pada tahun 2011, pada tahun 2013 barulah mulai ditempati. Mulyono juga mengungkapkan dengan bangga bahwa rumah miliknya ini sudah berusia sangat tua. Sebagai buktinya pada 4 soko bangunan ini masih tertulis bahwa usia pada tahun 1928 saat itu rumah limasan ini berusia 60 tahun, jadi pada tahun 2015 rumah ini genap 147 tahun.
Keunikan rumah ini tidak hanya dari sisi usianya saja, saat memasuki area rumah ini, anda akan melewati gapura dengan ukiran jati. Gapura tersebut dibangunnya dengan menggunakan kayu-kayu bekas. Rumah Limasan yang luasnya ±300 m² ini menghadap ke arah Barat di depannya merupakan halaman rumah. Rumah ini semakin lengkap dengan nuansa tradisionalnya diperkaya pemandangan sawah yang meneduhkan batin tepat di depan halaman yang dibatasi pagar rumah. Suasana rumah ini semakin asik saat sore hari dengan pemandangan matahari samar dibalik pepohonan sambil menemani anak-anak bermain.
Dari halaman rumah akan terlihat beberapa ukiran kayu yang dipajang pada kedua sisi pintu teras. Ukiran kayu ini terinspirasi dari relief Candi Borobudur. “Ukiran tersebut dibuat oleh tukang saya, bahannya dari kayu bekas lesung yang saya belah”, ucapnya. Batu Lingga dan Yoni yang melambangkan kesuburan juga ditekan didepan rumah. “Ini lambang kesuburan, dan kemakmuran, harapannya rumah ini akan memberikan dua hal tersebut”, ucapnya sambil menunjukan. Pada dinding bagian utara terdapat hiasan akar kayu yang disusun sedemikian rupa sehingga tampak harmoni dengan dindingnya. Pada dinding depan yang menjadi wajah utama rumah ini semakin tampak eksotis dengan dinding penuh ukiran kayu jati sehingga rumah bergaya Jawa ini semakin memikat hati setiap orang yang melintasi rumah ini.
Saat berbincang dan berkeliling orang tua Delia Putri Sadayi, Gibrany Mulia Sayadi, Narendratama Mulia Sayadi dan Agastya Kenzi Mulia Sayadi ini memaparkan bahwa memang menyukai material kayu, tapi lebih pada kayu lawas. Dalam pembangunan rumah tersebut Mulyono membangunnya sendiri. “Tidak ada bantuan arsitek untuk membangun rumah, saya hanya dibantu tukang kayu”, ujarnya sambil tertawa. Lebih lanjut ia mengungkapkan sebagian kecil rumah ini juga hasil kreasi tambal sulam, misalnya jendela dan dinding rumah yang merupakan hasil buruannya kemudian dikreasikan dan dicocokkan pada bangunan ini. Tidak kalah menariknya pintu utama rumah ini terbuat dari kayu jati bekas, bahkan masih ada noda terbakar, namun itu sengaja tidak dihilangkan agar tidak merusak keaslian dan menambah nilai seninya. Pintu utama ini berukuran sangat besar. Beliau berharap dengan pintu besar akan memberikan sirkulasi udara yang baik dalam ruangan. Pada bagian depan sisi kiri dan kanan pintu utama juga terdapat sebuah ukiran yang terbuat dari lesung bekas.
Saat membuka pintu dan masuk keruangan utama akan terlihat empat kursi besar yang disebut gajahan dan dua meja besar sebagai tempat berdiskusi bersama keluarga, di sebelah kanan terdapat sepasang lemari yang mengapit meja televisi yang merupakan furnitur repro kayu jati. Semakin terlihat unik meja televisi dihiasi pernik kayu jati dan benda antik, juga ada dua takaran beras terbuat dari tempurung kelapa yang disebut Bothe’an merupakan warisan orang tua yang menambah kesan lawas. Pada bagian sudut kanan ruangan utama merupakan dapur, yang hanya disekat oleh gebyok dinding ukiran. Di bagian kiri ruangan utama ini juga dimanfaatkan sebagai tempat menonton TV, yang di fasilitasi tempat tidur unik. “Ya beginilah rumah limasan satu ruangan untuk semua aktivitas tapi terasa menyenangkan” ujar Mulyono semangat. Dari ruang utama ini kita beranjak ke bagian Utara ada sedikit modifikasi yaitu penambahan dua kamar yang di depannya ditambah taman kecil sebagai pemanis. “Saya ingin saat anak saya bermain di dalam rumah, anak saya tetap melihat suasana yang segar” tegasnya. Tidak jauh dari taman tersebut terdapat kasur kayu, yang akan memanjakan lelahnya sang pemilik rumah sepulang kerja.
Pada bagian teras di sebelah selatan terdapat ruang tamu minimalis yang menghadap ke halaman rumah. Ruang tamu minimalis ini dihiasi sekat kayu hitam pada sisi kiri dan kanan, tidak kalah uniknya kayu bekas disulap menjadi kursi dan meja, disisi timur dinding di hiasai meja kecil dan pernak pernik antik. Dinding belakang di hiasi lukisan dan topeng sebagai bentuk apresiasi kecintaan mereka terhadap karya seni. Saat mengakhiri perbincangan bapak yang memiliki usaha batu alam juga memaparkan bahwa “Rumah Limasan dari kayu jati ada nilai investasinya, karena semakin lama kayu jatinya semakin tinggi harganya, semakin langka rumahnya semakin tinggi nilai jualnya”,pungkasnya di akhir perbincangan. Tofan – red