RESTRUKTURISASI KREDIT (KPR) Akibat Dampak Pandemi Covid-19
Dalam situasi seperti pandemi Covid-19 sekarang peran dana darurat seperti tabungan, deposito, dan saving lainnya menjadi krusial. Dana tersebut bisa menghadapi kondisi darurat seperti turunnya penghasilan, atau bahkan kehilangan pekerjaan. Keuangan keluarga menunjukkan bahwa cicilan pinjaman punya porsi besar kira-kira 33 % sehingga post pengeluaran cicilan perlu diatasi untuk memberikan ruang bagi keuangan keluarga untuk beradaptasi karena turunnya penghasilan secara signifikan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah membuat kebijakan terhadap perbankan dan perusahaan multifinance melakukan kebijakan restrukturisasi pinjaman bagi masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19. Landasan hukumnya bisa dilihat dengan POJK Restrukturisasi Kredit, yakni POJK 03 /POJK.03/2020 tentang Kebijakan Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 dan POJK 14 /POJK.05/2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank.
Berdasarkan kedua peraturan tersebut, OJK memberikan keleluasaan kepada perbankan dan lembaga pembiayaan leasing dapat melakukan restrukturisasi kredit kepada seluruh nasabah, termasuk UMKM, sepanjang nasabah tersebut teridentifikasi terdampak Covid-19. Kekhawatiran ini muncul karena nasabah khawatir statusnya menjadi macet di BI Checking, yang nantinya menyulitkan pengajuan kredit baru ke depan. Namun, OJK sudah menyatakan bahwa kualitas kredit yang direstrukturisasi dapat di tetapkan lancar apabila diberikan kepada nasabah yang teridentifikasi terkena dampak Covid-19. Sehingga, nasabah tidak perlu khawatir soal status pinjaman jika mengambil restruktur selama memang terdampak pandemi.
Restrukturisasi adalah upaya perbaikan dalam kegiatan perkreditan terhadap nasabah yang berpotensi mengalami kesulitan memenuhi kewajibannya. Kebijakan restrukturisasi kredit antara lain melalui, penurunan suku bunga kredit, perpanjangan jangka waktu kredit, pengurangan tunggakan bunga kredit, pengurangan tunggakan pokok kredit, penambahan fasilitas kredit, dan konversi kredit menjadi penyertaan Modal Sementara.
"Memang yang namanya restrukturisasi ini tidak berlaku langsung bagi semua orang. Harus dilihat apakah nasabah kita membutuhkan atau tidak, apakah memang terpengaruh covid-19 atau tidak. Tentunya adalah nasabah-nasabah yang berkinerja baik sampai Februari 2020 yang lalu. "Ada restrukturisasi yang memberikan penangguhan bunga, memberikan penangguhan pokok, memberikan penangguhan bunga dan pokok. Segalanya ini adalah tergantung kondisi nasabah," papar Lintang Putra, salah satu Manager KPR bank Swasta di Jogja.
Kelonggaran restrukturisasi kredit tersebut bertujuan untuk membantu nasabah dan bank. Kelonggaran diberikan kepada bank dalam melakukan restrukturisasi kredit nasabahnya. Dengan restrukturisasi ini nasabah bisa melanjutkan memiliki rumah idaman dan diharapkan bisa kembali normal setelah usai pandemi. Di sisi bank, dengan kelonggaran ini Non Performing Loan (NPL) bisa ditekan dan menurunkan kewajiban pencadangan sehingga likuiditas bank juga lebih terjaga.
Beberapa skema relaksasi KPR yang ditawarkan juga ada konsekuensinya. Misalnya, jika restrukturisasi didapatkan nasabah pada periode awal kredit KPR, maka manfaatnya akan lebih terasa. Sebab, biasanya proporsi suku bunga KPR pada komposisi cicilan akan lebih tinggi dibandingkan proporsi utang pokok. "Namun, yang harus diingat, penurunan bunga ini sifatnya hanya sementara dan akan tetap dihitung sebagai fleksibilitas, bukan deduksi. Jadi, selisih penurunan bunga akan dijadikan tambahan utang pokok pada saat kondisi sudah balik normal," ujar D. Wicaksono, seorang bankir yang sudah berpengalaman menangani kredit KPR di Jogjakarta.
OJK menyerahkan skema restrukturisasi kepada bank dan lembaga pembiayaan non bank berdasarkan hasil identifikasi atas kinerja keuangan nasabah maupun penilaian atas prospek usaha dan kapasitas membayar nasabah yang terdampak Covid-19. OJK menetapkan bahwa jangka waktu restrukturisasi maksimal 1 tahun. Ada beberapa petunjuk dari OJK untuk memproses pengajuan restrukturisasi :
1. Nasabah wajib mengajukan permohonan restrukturisasi melengkapi dengan data yang diminta oleh bank yang dapat disampaikan secara online, tanpa harus datang bertatap muka.
2. Bank melakukan assesment antara lain terhadap apakah nasabah termasuk yang terdampak langsung atau tidak langsung, riwayat pembayaran pokok/bunga, serta kejelasannya.
3. Bank memberikan restrukturisasi berdasarkan profil nasabah untuk menentukan pola restrukturisasi atau perpanjangan waktu, jumlah yang dapat direstrukturisasi termasuk jika masih ada kemampuan pembayaran cicilan yang nilainya melalui penilaian atau diskusi antara nasabah dengan bank dan memperhatikan pendapatan nasabah yang terdampak akibat Covid-19.
4. Nasabah akan diberikan informasi persetujuan restrukturisasi dari bank disampaikan secara online atau via website bank terkait.
Adapun Skema Restrukturisasi Kredit (KPR) :
1. Penurunan Suku Bunga KPR selama periode tertentu. Nasabah tetap melakukan pembayaran cicilan pokok dan bunga, sementara bank memberikan penurunan suku bunga sehingga jumlah cicilan per bulan menjadi lebih rendah.
2. Grace Period, pembayaran hanya bunga saja, selama maksimum 1 tahun. Dengan pembayaran hanya bunga dan tanpa pokok, maka cicilan menjadi lebih rendah. Pokok yang tidak dibayar dalam periode tersebut dipindah ke bulan ke 13 dan seterusnya (asumsi grace period bayar bunga selama 12 bulan), sehingga mulai bulan ke-13 cicilan menjadi lebih tinggi (akibat limpahan pokok yang tidak dibayar selama 1 tahun). Dalam skema ini, tenor pinjaman tidak berubah.
3. Perpanjangan tenor pinjaman, misalnya dari 10 tahun menjadi 15 tahun, yang akan menurunkan cicilan per bulan. Dengan masa pinjaman yang lebih panjang, total pinjaman dibagi lebih banyak bulanan sehingga angsuran menjadi lebih kecil. (dikutip dari berbagai sumber) Wahyu Pras – red