Pasang IKLAN BARIS GRATIS! DAFTAR | LOGIN


Inspirasi Klasik nan Artistik, Omah Jenaka Eko Bebek

    Eko Wahyu Nugroho yang akrab dipanggil Eko Bebek
    Omah Jenaka Eko Bebek
    Permainan split level pada area lantai bawah
    Ruang makan dengan dominasi unsur kayu dan Tangga dengan pegangan yang unik
    Kamar tidur anak

    Memiliki rumah sebagai penggambaran dari karakter sang pemilik mungkin menjadi dambaan bagi banyak orang. Tak terkecuali dengan hunian yang menjadi kediaman Eko Wahyu Nugroho alias Eko Bebek yang cukup menggambarkan bagaimana karakter si penghuninya. Seorang pelaku seni lawak sekaligus Master of Ceremony yang sangat dikenal di masyarakat Yogyakarta dan Nasional. Pria kelahiran Klaten ini memberikan sentuhan unik, antik, sekaligus kreatif dalam pembangunan rumahnya yang berada di Dusun Bedilan, Karangduren, Kalitirto, Berbah, Sleman, Yogyakarta.

    Seniman lawak ini memilih konsep arsitektur minimalis tropis dipadu dengan arsitektur Jawa dan sentuhan etnik Bali. Secara garis besar, bangunan rumah Eko Bebek dibagi menjadi 2 fungsi, yakni area pribadi dan ruang publik. Filosofi saling menghargai antar penghuni rumah, antara keluarga inti dengan komunitas yang saya bangun dengan relasi. “Saya ingin rumah itu menyatu dan dekat dengan alam, membangun namun tidak merusak alam,” papar Eko Bebek membuka obrolan. Dominasi warna coklat, batu bata ekspos, dan ornamen putihnya batu giring. Rumah ini mempunyai view hamparan sawah yang tepat berada di beranda samping rumahnya. Kesan sejuk dan alami, indah dengan balutan artistik lawasan antik menghiasi setiap sudut bangunan yang mempunyai luas tanah 432 m² dan tinggi hampir 14 meter. Eko Bebek mengatakan hampir semua bahan bangunan, khususnya pernak-pernik kelengkapan rumah dua lantai itu, memanfaatkan bahan material bekas.

    Saat kerabat dan tamu datang, akan disambut dengan ornamen unik seperti potongan-potongan kayu dari sisa-sisa tiang kandang sapi. Nampak jelas pada pagar depan rumah dan lubang ventilasinya merupakan bongkahan kayu bekas kandang sapi. Teras rumah pun didesain dengan segala keunikannya. Terdapat koleksi barang-barang bekas yang ditempatkan dan difungsikan sebagai pendukung ornamen dan pernak-pernik rumah. Lantai rumahnya pun bukan menggunakan keramik ataupun marmer, tetapi mengaplikasikan susunan tegel-tegel kuno yang dibeli dari sisa produksi pabrik tegel Kuntji Patuk Yogyakarta. “Saya mengumpulkan ini sampai berebut dengan temen seniman lainnya lho, lanjut Eko Bebek menceritakan perjuangannya mengoleksi tegel yang diaplikasikan pada seluruh ruangan rumahnya. Penataan tegelnya pun unik, ada yang seragam, namun tidak sedikit pula yang tidak senada dalam satu ruangan. Batu burik , lumpang, lesung, bel andong, roda andhong berbahan kayu, dan lampu gantung kuno berhasil dimanfaatkan sesuai fungsi. Ada yang dipergunakan untuk pintu, jendela, ventilasi, bak mandi, pegangan tangga, dan ornamen interior lainnya yang menimbulkan suasana unik dan artistik.

    “Saat merancang rumah ini saya yang jadi arsitektur dan desainer semuanya, biar marem dan puas. Toh, nanti juga saya dan keluarga yang menempati rumahnya,” papar Eko Bebek. Pembangunan rumah benar-benar dinikmati owner disetiap jengkal perkembangan pembangunan rumahnya. Prinsip utama dalam membangun hunian ini ialah kedinamisan sehingga tidak akan menimbulkan kesan monoton yang akhirnya membosankan. Bisa dilihat dari setiap sudut ruang, ada perbedaan split level, yaitu munggah mudhun (naik turun), jalan ruang yang terkesan kelak-kelok dengan batas-batas furnitur kuno, antik, dan dari barang bekas. “Saya membangun rumah sebenarnya mulai dari tahun 2010 sudah hampir selesai, namun keputusan untuk menempatinya bersama keluarga baru pada bulan Februari 2011,” kata Eko. Untuk bangunan rumah induk sebagai rumah pribadi terbagi menjadi dapur yang menyatu dan terhubung dengan ruang tamu, ruang makan, dan ruang keluarga. Di lantai bawah terdapat ruang makan yang posisinya menyatu dengan dapur, sehingga ketika sedang makan bersama keluarga suasana yang tercipta begitu hangat. Hampir semua ruangan di area tersebut dapat menikmati nuansa alam dengan suara gemericik air kolam dan aneka ikan hias yang terdapat tepat di ruang tengah atau ruang keluarga. Pada area lantai bawah terdapat 2 kamar tidur utama, ruang tamu, ruang keluarga, dan kamar mandi. Sedangkan di lantai atas terdapat ruang santai keluarga dan 2 kamar tidur,kamar mandi, dan ruang kerja. Untuk tangga yang menghubungkan lantai bawah dan lantai atas menggunakan bahan kayu bekas untuk sebagai pagar pengaman. ”Untuk ruang kerja saya berada di lantai atas, dimana terdapat tempat duduk kursi ala bar dan tempat tidur serta meja kerja. Di ruang kerja lantai 2 ini ketika cuaca cerah, kita bisa melihat indahnya pemandangan Gunung Merapi dan Gunung Merbabu, Pegunungan Gunung Kidul, kawasan Candi Boko, dan bahkan puncak Gunung Merapi,” papar pria dua anak tersebut. Bangunan rumah suami dari Endah Artha Riana dan bapak dari Bena Thingkir Pitulas dan Nabe Matangin penuh dengan pernak-pernik berbau Bebek, entah lukisan, patung, maupun ornamen lainnya.

    Bergeser menuju bangunan semi permanen persis di samping rumah induk, yakni beranda sekaligus teras dan Joglo Limasan yang bersebelahan dengan Gasebo ala Bali yang dikelilingi tanaman hias. “Joglo Limasan ini, adalah jenis Joglo Limasan Sinom terbuat dari kolaborasi kayu jati dan kayu nangka. Saat itu saya berburunya hingga daerah Wates karena kualitasnya bagus namun harganya masih cukup murah,” papar Eko Bebek mantab. Joglo Limasan berukuran 9 x 6 meter ini difungsikan sebagai ruang perpustakaan. Bersebelahan dengan bangunan Joglo dan gasebo, terdapat sebuah beranda. Di sinilah tamu dan semua relasi seniman Eko Bebek sering berkumpul dan menghabiskan waktu. Dengan konsep teras angkringan yang menghadap sawah, tak salah apabila para tamu lebih suka berada di ruang publik yang sengaja disediakan Eko Bebek tersebut. Sambil ngobrol di kursi kayu rotan dan meja kuno ketika ingin sekedar minum teh atau kopi, para tamu relasi Eko Bebek dapat langsung prasmanan alias mengambil sendiri makanan yang telah disediakan di angkringan tersebut.

    Pada ruang angkringan tersebut terlihat ornamen dan pajangan berupa lukisan bernada plesetan, topeng ragam senyum, dan wayang punokawan. Bahkan pohon jati yang ada di beranda angkringan tersebut dibiarkan tumbuh, selain menimbulkan kesan alami yang artistik juga membuat nuansa sejuk dan damai. Persis di depan beranda angkringan, terdapat sebuah bangunan yang berfungsi sebagai garasi sekaligus ruang pertemuan publik. Bahkan bisa dikatakan galeri kecil Eko Bebek karena terdapat banyak koleksi lukisan-lukisan dan karya seni yang berasal dari teman-teman seniman. Eko Bebek menerangkan bahwa hampir semua ruang pada bangunan rumah induk tidak menggunakan air conditioner, namun tidak terasa panas karena bangunan ini persis di pinggir sawah, sehingga sirkulasi udara dan cahaya lebih dari cukup. “Karena untuk membangun rumah, saya selalu ingin menciptakan karakter seorang Eko Bebek dalam rupa rumah namun tetap dinamis, sehingga tiap sudut rumah itu mempunyai cerita sendiri-sendiri dan mewakili karakter pemiliknya. Dengan begitu penghuni rumah pun tidak akan pernah merasa bosan jika berada di rumah,” pungkas Eko Bebek mengakhiri obrolan. Farhan-red

    PARTNER
    Archira - Architecture & Interior    A + A Studio    Sesami Architects    Laboratorium Lingkungan Kota & Pemukiman Fakultas Arsitektur dan Desain UKDW    Team Arsitektur & Desain UKDW    Puri Desain